Jakarta – Penggunaan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) semakin marak di Indonesia, namun masalah terkait pengguna yang tidak mengisi daya atau bahkan meninggalkan mobil listrik mereka terparkir tanpa memindahkan colokan menjadi perhatian. Fenomena ini tentu mengganggu pengguna mobil listrik lainnya yang benar-benar membutuhkan pengisian daya.
Pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Pasaribu, menyarankan pentingnya edukasi lebih lanjut terkait etika penggunaan SPKLU. Menurutnya, parkir kendaraan di area pengisian daya tanpa mengisi baterai dapat menghambat mobil listrik lain yang membutuhkan ruang untuk mengecas. Bahkan, beberapa pengemudi memilih untuk membiarkan mobil mereka tetap tercolok meski baterai sudah penuh.
“Kita tidak bisa hanya mengandalkan kesadaran individu. Pengguna mobil listrik yang egois, serta pengemudi mobil berbahan bakar fosil yang tidak peduli, menjadi penghambat utama. Oleh karena itu, perlu adanya sistem yang lebih baik dalam pengelolaan SPKLU,” ungkap Yannes dalam wawancara dengan detikOto pada Jumat (27/12/2024).
Yannes menambahkan bahwa edukasi tentang etika penggunaan SPKLU harus menjadi prioritas, diiringi dengan pengawasan ketat oleh petugas yang ditugaskan untuk menjaga area pengisian. Tidak hanya itu, penerapan sanksi bagi pelanggar menjadi langkah yang perlu dipertimbangkan untuk memastikan keberhasilan pengelolaan SPKLU.
Contoh konkret dapat dilihat di Singapura, di mana operator SPKLU seperti SP Mobility telah mulai memberlakukan denda bagi pengguna mobil listrik yang tidak mencabut kabel pengisian atau memindahkan mobil mereka dalam waktu 30 menit setelah pengisian selesai. Sanksi yang dikenakan mulai dari SGD 0,50 per menit dengan batas maksimal SGD 20 (sekitar Rp 6.000 hingga Rp 237.000), dan ini sudah diterapkan di Bandara Changi serta 45 lokasi lainnya.
“Indonesia bisa mempertimbangkan untuk mengadopsi sistem yang serupa dengan Singapura, yaitu peringatan bertahap dan denda untuk pelanggar. Ini perlu didukung dengan pengembangan infrastruktur SPKLU yang lebih luas, termasuk penambahan jumlah titik pengisian, penerapan sistem reservasi, dan penggunaan teknologi sensor parkir untuk memantau penggunaan area pengisian,” lanjut Yannes.
Dengan adanya kombinasi antara edukasi, regulasi yang tegas, dan penggunaan teknologi, diharapkan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia dapat berkembang dengan tertib dan nyaman bagi semua pengguna. Tanpa penanganan yang cepat, masalah ini berpotensi menghambat minat masyarakat untuk beralih ke kendaraan listrik berbasis baterai (BEV) yang lebih ramah lingkungan.