Sering kali kita melihat kendaraan pelat sipil yang menambahkan aksesori seperti strobo dan sirine, yang tak hanya memberikan kesan gagah, namun juga sering disalahgunakan untuk meminta jalan di tengah kemacetan. Hal ini tentu saja menyalahi aturan, sebab penggunaan alat peringatan tersebut sudah diatur dalam Undang-Undang, dan pelanggarannya bisa berujung pada sanksi pidana atau denda.
Dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pada pasal 287 ayat 4, dijelaskan bahwa setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor dengan alat peringatan, baik yang berbunyi maupun bercahaya, tanpa izin yang sah bisa dikenakan hukuman kurungan hingga satu bulan atau denda maksimal Rp 250.000. Meskipun demikian, pelanggaran ini masih sering terjadi, salah satunya karena sanksi yang diterima dianggap terlalu ringan.
Djoko Setijowarno, Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, mengungkapkan bahwa rendahnya denda dan sanksi menjadi salah satu alasan mengapa strobo banyak digunakan, bahkan oleh masyarakat dengan kendaraan sipil. Ia berpendapat bahwa sudah saatnya untuk merevisi undang-undang yang ada, khususnya dalam hal pemberian sanksi pidana dan denda yang lebih tinggi agar memberikan efek jera bagi pelanggar.
Djoko menegaskan bahwa jalan adalah hak setiap orang, dan semua orang berhak menggunakan fasilitas lalu lintas secara setara, tanpa ada yang diprioritaskan kecuali untuk kepentingan tertentu yang diatur oleh peraturan. Ia menekankan bahwa tidak ada yang memiliki hak utama di jalan selain berdasarkan ketentuan yang sah, seperti yang tercantum dalam regulasi.
Salah satu contoh penggunaan yang salah adalah strobo, di mana kendaraan pribadi sebenarnya tidak diperbolehkan untuk memasang alat ini. Berdasarkan pasal 59 dari Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, hanya kendaraan tertentu yang boleh dilengkapi dengan lampu isyarat dan sirene. Ada tiga warna lampu isyarat yang dimaksud, yakni merah, biru, dan kuning.
Menurut aturan tersebut, lampu biru dan sirene hanya boleh digunakan oleh kendaraan petugas kepolisian, lampu merah dan sirene untuk kendaraan milik pengawalan seperti ambulans, pemadam kebakaran, atau kendaraan jenazah, dan lampu kuning tanpa sirene digunakan untuk kendaraan yang berkaitan dengan patroli jalan tol dan pengawasan lalu lintas.
Pentingnya penegakan hukum dan revisi peraturan mengenai penggunaan strobo dan sirine di kendaraan sipil menjadi sorotan utama. Jika pelanggaran terus dibiarkan, bukan tidak mungkin penggunaan aksesori ini akan semakin marak, menambah risiko kecelakaan, dan merusak ketertiban berlalu lintas.