Pada 24 Desember 2024, Jepang dan Amerika Serikat mengeluarkan pernyataan bersama yang menuduh warga negara Korea Utara terlibat dalam serangkaian pencurian aset kripto yang diperkirakan bernilai sekitar $300 juta. Kasus ini semakin memperburuk ketegangan antara negara-negara tersebut, mengingat Korea Utara telah lama diwarnai dengan dugaan keterlibatannya dalam berbagai kegiatan siber yang merugikan negara lain. Pemerintah Jepang dan AS mengungkapkan bahwa kelompok peretas yang terkait dengan Korea Utara, yang dikenal dengan nama Lazarus Group, telah mengembangkan metode canggih untuk meretas bursa kripto dan mencuri dana dari investor global.
Menurut laporan yang dirilis oleh otoritas keamanan siber kedua negara, para peretas berhasil menembus beberapa bursa kripto besar dan mencuri aset dalam jumlah yang signifikan, yang sebagian besar berasal dari transaksi internasional. Tidak hanya merusak pasar kripto global, pencurian ini juga meningkatkan kekhawatiran tentang kerentanannya terhadap serangan siber. Pihak berwenang Amerika Serikat mengungkapkan bahwa pencurian ini merupakan bagian dari upaya yang lebih besar untuk mendanai program-program senjata nuklir Korea Utara dengan cara yang tidak terdeteksi oleh sanksi internasional.
Lazarus Group, yang diyakini memiliki hubungan langsung dengan pemerintah Korea Utara, menggunakan teknik peretasan yang sangat canggih untuk menyusup ke dalam sistem bursa kripto. Mereka diketahui memanfaatkan kelemahan dalam perangkat lunak dan menggunakan phishing serta malware untuk mengakses dana kripto yang tersimpan di berbagai platform. Keahlian teknis yang digunakan oleh kelompok ini menambah kompleksitas investigasi internasional, yang kini tengah berusaha untuk mengidentifikasi dan melacak aliran dana yang dicuri.
Pemerintah Jepang dan Amerika Serikat mendesak komunitas internasional untuk lebih meningkatkan kewaspadaan terhadap ancaman serangan siber yang berasal dari Korea Utara. Mereka juga menekankan pentingnya kerjasama internasional dalam mengatasi peretasan yang terkait dengan pencurian kripto dan penghindaran sanksi internasional. Sementara itu, Korea Utara belum memberikan tanggapan resmi mengenai tuduhan ini, yang semakin memperburuk isolasi negara tersebut dari dunia internasional.
Kasus pencurian kripto ini membawa dampak besar bagi industri kripto global, yang selama ini sudah menghadapi tantangan terkait dengan keamanan dan regulasi. Dengan ancaman serangan siber yang semakin meningkat, para pengusaha dan investor di dunia kripto kini semakin waspada dan diharapkan untuk meningkatkan keamanan sistem mereka. Pemerintah dan lembaga internasional juga diharapkan bekerja sama untuk melawan aksi peretasan yang merugikan ekonomi global.
Pencurian kripto senilai $300 juta yang melibatkan warga Korea Utara menunjukkan besarnya ancaman yang dihadapi oleh industri kripto, serta pentingnya penguatan sistem keamanan siber di seluruh dunia. Pemerintah Jepang dan Amerika Serikat akan terus menindaklanjuti kasus ini, sementara dunia kripto harus lebih berhati-hati dalam melindungi aset digital mereka dari ancaman serangan siber yang semakin canggih.