Pada 15 November 2024, Malaysia mengajukan protes keras setelah Filipina mengesahkan undang-undang yang memperkuat klaim mereka atas wilayah Laut China Selatan (LCS), yang juga dipersengketakan oleh negara-negara lain, termasuk Malaysia. Undang-undang baru ini memberi Filipina hak yang lebih kuat atas area tertentu di LCS, yang kaya akan sumber daya alam dan memiliki jalur pelayaran internasional yang penting. Protes ini semakin memanaskan ketegangan regional yang sudah lama terjadi antara negara-negara Asia Tenggara terkait klaim teritorial.
Undang-undang yang disahkan Filipina ini memberi negara tersebut hak lebih besar atas beberapa zona maritim di Laut China Selatan, yang selama ini juga diklaim oleh China, Vietnam, Malaysia, dan Brunei. Filipina mengklaim bahwa hak mereka atas wilayah tersebut sah berdasarkan sejarah dan hukum internasional, khususnya setelah kemenangan Filipina di Pengadilan Arbitrase Internasional pada 2016 yang membatalkan klaim China atas sebagian besar LCS. Meskipun demikian, langkah ini semakin memicu ketegangan, mengingat klaim yang tumpang tindih antar negara-negara yang terlibat.
Malaysia, yang juga mengklaim sebagian wilayah LCS, mengecam tindakan Filipina sebagai langkah yang merugikan dan tidak sah menurut hukum internasional. Pemerintah Malaysia menilai bahwa undang-undang Filipina ini dapat mengancam stabilitas kawasan dan memicu perselisihan lebih lanjut di Laut China Selatan. Malaysia menyatakan bahwa mereka akan terus mempertahankan haknya dan berkomitmen untuk menyelesaikan masalah ini melalui jalur diplomatik, meskipun situasi ini semakin rumit dengan semakin banyaknya pihak yang terlibat.
Klaim tumpang tindih atas Laut China Selatan telah menjadi sumber ketegangan yang terus berlanjut antara negara-negara di Asia Tenggara dan China. Selain Malaysia dan Filipina, negara-negara seperti Vietnam dan Brunei juga mengajukan klaim mereka atas sebagian wilayah tersebut. Ketegangan ini sering kali melibatkan masalah hak eksplorasi sumber daya alam dan kebebasan navigasi di perairan strategis tersebut. Dalam menghadapi protes dan ketegangan ini, negara-negara terkait, termasuk Filipina dan Malaysia, diharapkan dapat mencari solusi damai yang menguntungkan semua pihak dan menghindari konfrontasi militer.
Di tengah meningkatnya ketegangan ini, komunitas internasional mendorong pentingnya dialog dan diplomasi untuk menyelesaikan sengketa yang ada. Meski posisi negara-negara yang terlibat sangat berbeda, banyak yang berharap agar ketegangan ini dapat dikelola dengan baik tanpa menimbulkan konflik terbuka. Pemerintah Filipina dan Malaysia diharapkan untuk terus membuka saluran komunikasi guna menemukan solusi yang berkelanjutan dalam mengatasi sengketa wilayah Laut China Selatan yang semakin kompleks ini.