Seorang pria asal Australia berhasil bertahan hidup selama 105 hari menggunakan jantung buatan berbahan titanium sebelum akhirnya menjalani transplantasi jantung donor. Pencapaian ini menjadi rekor terlama bagi pasien dengan perangkat jantung buatan, menurut tim riset yang terdiri dari para ahli dari perusahaan BiVACOR, Universitas Monash, serta institusi medis lainnya. Jantung buatan ini dirancang oleh Daniel Timms, pendiri dan kepala teknologi BiVACOR, dengan sistem rotor melayang magnetik atau maglev, yang memungkinkan pemompaan darah ke seluruh tubuh secara efisien. Teknologi maglev ini juga digunakan dalam kereta cepat seperti Linear Chuo Shinkansen di Jepang. Dalam pengembangannya, BiVACOR berkolaborasi dengan pakar internasional, termasuk Toru Masuzawa dari Universitas Ibaraki, yang memiliki keahlian dalam teknologi tersebut.
Pasien berusia 40-an itu menderita gagal jantung akut dan menjalani operasi selama enam jam di Rumah Sakit St. Vincent, Sydney, pada 22 November. Pada awal Februari, ia menjadi orang pertama di dunia yang diperbolehkan pulang dengan jantung buatan berbahan titanium, seperti yang diumumkan Program Perintis Jantung Buatan pada 12 Maret. Beberapa waktu kemudian, ia menerima transplantasi jantung donor dan kini tengah menjalani masa pemulihan. Dokter spesialis jantung Chris Hayward dari RS St. Vincent menyebut perangkat ini sebagai terobosan besar yang dapat merevolusi pengobatan gagal jantung. Ia meyakini dalam satu dekade ke depan, jantung buatan akan menjadi alternatif bagi pasien yang sulit mendapatkan donor jantung.
Menurut BiVACOR, sistem rotor melayang pada jantung buatan ini mengurangi risiko keausan dan kerusakan, serta mampu bertahan lebih dari 10 tahun, jauh lebih lama dibandingkan perangkat serupa. Timms menambahkan bahwa Toru Masuzawa dan rekannya, Nobuyuki Kurita, telah berkontribusi dalam pengembangan teknologi maglev untuk jantung buatan sejak 2001. Keahlian mereka telah membantu BiVACOR dalam menyempurnakan konfigurasi maglev yang digunakan dalam perangkat inovatif ini.