Nama desainer Feby Paramita Haniv tiba-tiba menjadi sorotan publik setelah terungkap bahwa ia menggunakan dana hasil gratifikasi yang diterima ayahnya, Muhammad Haniv, mantan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak Jakarta Khusus, untuk mendanai bisnis fesyennya. Muhammad Haniv telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan menerima gratifikasi dari sejumlah wajib pajak dan pihak terkait selama masa jabatannya. Salah satu penggunaan dana tersebut diduga digunakan untuk mendanai acara fashion show yang melibatkan anaknya, Feby Paramita.
Dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Merah Putih KPK, pada Selasa (25/2/2025), Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengungkapkan bahwa Haniv diduga menerima gratifikasi dalam bentuk uang dari beberapa wajib pajak yang berada di bawah kewenangannya. “Kami menetapkan Muhammad Haniv sebagai tersangka dalam perkara ini. Dia diduga menerima gratifikasi dari wajib pajak dan pihak lain yang berhubungan dengan jabatannya sebagai pejabat negara,” kata Asep dalam pernyataan resminya.
Berdasarkan temuan penyelidikan KPK, sebagian dana gratifikasi yang diterima Haniv diduga disalurkan untuk mendukung usaha fesyen milik Feby Paramita. Bisnis fesyen Feby, yang berfokus pada pakaian pria dengan merek FH Pour Homme by Feby Haniv, diketahui beroperasi di Victoria Residence, Karawaci, Tangerang. Seiring dengan terbongkarnya kasus korupsi yang melibatkan sang ayah, Feby mengambil langkah menutup akun media sosial resmi bisnisnya, sebuah langkah yang mencurigakan dan memperburuk situasi.
Salah satu bukti kuat yang mengarah pada keterlibatan uang gratifikasi dalam pembiayaan bisnis fesyen ini adalah email yang dikirimkan oleh Muhammad Haniv pada tahun 2016 kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing 3, Yul Dirga. Dalam email tersebut, Haniv meminta bantuan untuk mencari sponsor bagi fashion show FH Pour Homme yang dijadwalkan pada 13 Desember 2016. Haniv juga mencantumkan permintaan dana sebesar Rp 150 juta, yang akhirnya diterima melalui transfer ke rekening BRI atas nama Feby Paramita. Aliran dana ini diidentifikasi sebagai bagian dari gratifikasi yang diterima Haniv, dengan total transaksi terkait acara fashion show tersebut mencapai Rp 804 juta, yang terdiri dari dana dari wajib pajak Kantor Wilayah Pajak Jakarta Khusus dan pihak luar.
Tak hanya itu, KPK juga mengungkapkan bahwa selama periode 2014-2022, Haniv menerima gratifikasi dalam bentuk valuta asing yang disalurkan melalui perantara bernama Budi Satria Atmadi. Dana tersebut ditempatkan dalam deposito di BPR dengan jumlah yang sangat besar, mencapai Rp 14,08 miliar. Selain itu, dalam periode 2013-2018, transaksi keuangan yang melibatkan Haniv melalui perusahaan valuta asing tercatat mencapai Rp 6,66 miliar. Secara keseluruhan, KPK menduga total gratifikasi yang diterima Haniv dari berbagai sumber mencapai angka fantastis, yakni Rp 21,5 miliar.
Kasus ini menjadi bagian dari rentetan dugaan penyalahgunaan jabatan yang kerap terjadi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Muhammad Haniv diduga melanggar pasal-pasal dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan jika terbukti bersalah, ia bisa dikenakan hukuman berat. Kasus ini tak hanya mencoreng nama besar Direktorat Jenderal Pajak, tetapi juga menyentuh kehidupan pribadi keluarga Haniv, terutama Feby Paramita yang kini harus menghadapi sorotan tajam publik atas bisnis fesyennya yang terlibat dalam aliran dana hasil korupsi tersebut.