Mesir dan Qatar mengadakan pertemuan pada Rabu, 12 Maret, untuk membahas upaya menstabilkan gencatan senjata di Jalur Gaza serta perjanjian pertukaran tahanan antara Hamas dan Israel. Dalam pertemuan yang berlangsung di Doha, Perdana Menteri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman, dan Menteri Luar Negeri Mesir, Badr Abdelatty, membahas hubungan bilateral serta langkah-langkah untuk memastikan kesepakatan gencatan senjata dapat berjalan dengan baik. Kedua belah pihak juga menyoroti pentingnya mempercepat penyaluran bantuan kemanusiaan ke Gaza guna memenuhi kebutuhan mendesak warga Palestina. Selain itu, mereka meninjau hasil dari KTT luar biasa negara-negara Arab di Kairo dan pertemuan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Jeddah yang berlangsung beberapa waktu lalu.
Dalam diskusi tersebut, kedua pejabat membahas strategi untuk mengimplementasikan rencana rekonstruksi Gaza yang telah disepakati dalam KTT Arab dan OKI. Rencana tersebut mencakup proyek pemulihan infrastruktur selama lima tahun dengan estimasi biaya sebesar 53 miliar dolar AS. Inisiatif ini bertujuan untuk membangun kembali Gaza tanpa memindahkan penduduknya, bertolak belakang dengan usulan kontroversial mantan Presiden AS, Donald Trump, yang ingin mengubah Gaza menjadi “Riviera Timur Tengah.” Rencana Trump mendapat kecaman luas karena dianggap sebagai bentuk pembersihan etnis.
Sejak Oktober 2023, serangan Israel di Gaza telah menewaskan sekitar 50.000 orang, mayoritas perempuan dan anak-anak. Serangan ini sempat dihentikan sementara setelah kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tahanan yang dimulai pada Januari 2025. Pada November 2024, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, serta mantan Menteri Pertahanan, Yoav Gallant, atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza. Selain itu, Israel juga sedang menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) atas serangan yang dilancarkannya di wilayah tersebut.